Lingkungan Bisnis Yang Mempengaruhi
Perilaku Etika
Tujuan
dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang.Untuk
melakukan itu, penting bahwa semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka
dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan.Perilaku karyawan,
bagaimanapun, dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar bisnis.Pemilik
usaha kecil perlu menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku
karyawan yang dapat sinyal masalah.
Budaya
Organisasi
Keseluruhan
budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja,
pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi
mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan
otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. "Nada di atas"
sering digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif
dapat membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada
negatif dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian
atau vandalisme.
Ekonomi
Lokal
Melihat
seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian
setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara
keseluruhan lebih bahagia dan perilaku mereka dan kinerja cermin itu. Di sisi
lain, saat-saat yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi
takut dan cemas tentang memegang pekerjaan mereka.Kecemasan ini mengarah pada kinerja
yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa karyawan,
bagaimanapun, rasa takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor pendorong
untuk melakukan yang lebih baik.
Reputasi
Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi
karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal
dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa
perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu.
Ini adalah kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai
pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk
menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari
mereka.
Persaingan
di Industri
Tingkat
daya saing dalam suatu industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan
karyawan, terutama dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan.
Dalam lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku etis terhadap pelanggan dan
pemasok dapat menyelinap ke bawah sebagai karyawan berebut untuk membawa lebih
banyak pekerjaan. Dalam industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru
tidak masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal
mereka menyisihkan untuk mengejar uang.
Contoh kasus
PT. Indonesia AirAsia
merupakan kerjasama gabungan dengan maskapai berbiaya rendah yang terkemuka
Asia Tenggara, AirAsia Berhad - yang memiliki 49% sahamnya. Indonesia AirAsia
diluncurkan kembali pada tanggal 8 Desember 2004 sebagai maskapai penerbangan
berbiaya hemat dan mengusung konsep yang sama dengan Grup AirAsia. Indonesia
AirAsia hadir dengan harga terjangkau dan konsep “tanpa embel-embel” (tanpa
tiket, tempat duduk bebas dan tanpa penyediaan makanan).
Sampai dengan sekarang Indonesia AirAsia telah
menguasai rute-rute penting di Indonesia, mulai tahun 2010 Indonesia AirAsia
mulai mengurangi rute domestiknya, focus dirubah ke penerbangan internasioanal,
seperti Surabaya-Bangkok, Surabaya-Kuala Lumpur, Medan-Singapura, Medan-Kuala
Lumpur, dan Medan-Hongkong/Macau
1.2 Sejarah Indonesia AirAsia
PT. Indonesia AirAsia (dahulu dikenal sebagai PT.
AWAIR Internasional) dibentuk pada September 1999 sebagai perusahaan swasta
lokal di Indonesia. Segera setelah itu, PT. AWAIR International diambil alih
oleh sekelompok investor swasta yang dikepalai oleh Unn Harris dan Pin Harris
yang kemudian secara penuh mengelola seluruh perusahaan sejak Maret 2000. AWAIR
mengadopsi model bisnis maskapai penerbangan dengan pelayanan penuh dengan
beragam kelas dan pelayanan cabin yang lengkap.
Pada 30 Agustus 2004, AAIL memasuki kerjasama
penjualan dan pembayaran untuk pengambilalihan saham AWAIR. Pada September
2004, AWAIR memperoleh ijin dari Badan Koordinasi Penanam Modal untuk
mempengaruhi rencana perubahan kepemilikan saham AWAIR. Para pemegang saham
AWAIR menyetujui masuknya AAIL sebagai pemegang saham baru, begitu juga
penunjukkan Tony Fernandes, Group Chief Executive Officer AirAsia dan Kamarudin
Bin Meranun, Executive Director, Corporate Finance and Strategic Planning
AirAsia, sebagai anggota baru dari dewan komisaris AWAIR.
Pada bulan Desember 2004 dengan tim manajemen yang
baru, AWAIR telah dibentuk ulang mengikuti model bisnis penerbangan berbiaya
rendah dan diluncurkan kembali sebagai maskapai penerbangan bertarif rendah dan
tanpa embel-embel untuk melayani rute domestik di Indonesia. Kemudian pada
tanggal 1 Desember 2005, PT. AWAIR International mengganti nama perusahaannya
menjadi PT. Indonesia AirAsia.
1.2.1 Visi
Menjadi
maskapai penerbangan berbiaya hemat di Asia dan melayani 3 juta orang yang
sekarang dilayani dengan konektivitas yang kurang baik dan tarif yang mahal.
1.2.2 Misi
- Menjadi perusahaan terbaik untuk bekerja, di
mana para karyawan dianggap sebagai anggota keluarga besar
- Menciptakan brand ASEAN yang diakui secara
global
- Mencapai tarif terhemat sehingga semua orang
bisa terbang dengan AirAsia
- Mempertahankan produk berkualitas tinggi,
menggunakan teknologi untuk mengurangi pembiayaan dan meningkatkan
kualitas layanan